“AKU sudah hijrah, aku sudah hijrah, aku sud...”
Tara
menyikutku. Aku sontak membuka mata, lalu buru-buru menggerakkan tangan ke
pelipis seperti menghindari silauan matahari. Tapi, bedanya aku menghindari
silauan laki-laki yang sedang melakukan dance
dengan teman-temannya di tengah ruangan itu. Oh, dear.
“Memangnya,
kenapa kalau kau sudah hijrah?” tanya Tara dengan nada menggoda.
“Aku
harus menundukkan pandangan!” jawabku galak. “Kau menyebalkan, Tara! Mana tahan
aku tidak melihat Sam?!”
Tara
tertawa.
Detak
jantungku mulai berdetak tidak normal. “Astagfirullahladzim.” kataku memohon
ampun pada Allah.
Aku
kembali menutup mata rapat-rapat saat sebuah lagu baru diputar. One More Night-nya Maroon 5. Tapi,
bagaimanapun juga rasa penasaranku ini terlalu kuat sampai-sampai kedua mataku
menyipit. Terpaksa. Oh, ya Allah...
Sam terlihat lincah dibalik adidas hitam bergaris
merah yang ia kenakan. Rambut ikalnya terlihat awut-awutan saat ia bergerak
melakukan b-boy ringan. Sam dengan
lima orang temannya terus menari. Ah, meski aku tidak tahu istilah-istilah dance dan gerakkan-gerakkan yang membuat
seseorang dikatakan berhasil menari, tapi aku berani berkata bahwa Sam dengan
teman-temannya itu benar-benar penari profesional! Menakjubkan.
Beberapa saat kemudian, lagu berhenti, membuatku
buru-buru memalingkan wajah.
“Sam jalan ke sini!” celetuk Tara.
Aku salah tingkah. “Kalau begitu, aku pergi saja.
Beri ia minum sana!”
“Kenapa pergi?”
“Kau tahu, aku selalu gugup sampai lupa napas!”
“Hush! Lebay!” balas Tara dengan suara yang
semakin rendah.
“Risa, mau ke mana?” kata Sam tiba-tiba.
Gerakkanku tertahan. Aku setengah duduk dan
setengah berdiri sekarang. Duh, apa aku terlihat seperti orang bodoh? Tamat
sudah.
“Ngg... tidak... aku, ke mana-mana. Maksudku,
tidak ke mana-mana, kok.” jawabku tak keruan.
“Wah, menarimu selalu bagus seperti biasa.”
celetuk Tara sambil memberi handuk kecil pada Sam. Ya, handuk. Tara selalu
menyediakan P3R secara sukarela. Apapun yang berhubungan dengan kekompakkan
kelas dalam persiapan lomba, ia akan mendukung seutuhnya. Seperti sekarang ini,
aku dipaksa Tara untuk menyaksikan lSam dan timnya latihan untuk persiapan
lomba dance.
“Terima kasih, Tara.” jawab Sam sambil menerima
handuk itu.
Tara membalas perkataan Sam dengan senyuman
lebar. Lalu, ia beralih ke arahku sambil berkata, “Risa, bisa kau berikan air
di dekatmu itu untuk Sam?”
Aku melongo. “Oh?” Lalu, kulirik sebotol air
minum utuh di samping kakiku. “Ini.” kataku sambil mengulurkan botol ke arah
Sam. Tepat pada saat laki-laki itu mengambilnya dari tanganku sambil tersenyum
dan berterima kasih, dunia seperti bergerak slow
motion bagiku. Super slow motion.
“Oh, ya,” Suara Sam membuyarkan pikiranku. “Kalian
pulang duluan saja. Aku harus pergi bersama teman-teman mencari beberapa
perlengkapan dance.” Lalu,
pandangannya beralih menatapku dan Tara bergantian. “Kalian hati-hati, ya?”
Tara mengangguk. “Kau juga hati-hati.”
“Dah, Risa.”
Aku menangkat sebelah tangan. “Ya, dah, Sam.”
Lalu, kutatap punggungnya yang semakin lama semakin menjauh.
“Katanya harus menundukkan pandangan?”
Aku terkejut. “Astagfirullahladzim.”
Tara merengkuh bahuku. “Bagaimana menurutmu?”
“Apanya?”
“Sam. Apa lagi?”
Aku melepas rangkulan Tara. “Sudahlah, ayo pulang
sebelum aku ikut menari.”
---(Fitri Rahayu/BerbagiOptimis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar