AKU adalah orang
yang tidak kau kenal. Yang benar-benar tidak kau lihat. Tapi, aku mengenalmu,
aku melihatmu.
Koreksi, kau mungkin pernah mendengar tentangku dari teman kelasmu. Teman
kelasmu bilang bahwa aku menyukaimu. Ia juga berpesan padamu untuk menjauhiku,
karena ia pikir kau mengganggu kehidupan tenteramku. Ia berkata seperti itu
demi kebaikanku, demi kebaikanmu. Lalu kau menyetujuinya, dan kau bilang kau
akan menjauhiku. Ya, kau akan menjauhiku walaupun kau tidak tahu siapa
sebenarnya yang harus kau jauhi. Kau akan menjauhiku, katanya.
Aku lega. Itu tandanya aku tidak akan berurusan panjang untuk mengatasi
perasaan ini. Jadi, setelah itu aku berusaha melupakanmu, berusaha membatasi
rasa kagum terhadapmu, aku sebisa mungkin untuk lupa bahwa aku menyukaimu. Aku
melakukan itu karena, aku perempuan dan kau laki-laki. Kau paham maksudku,
bukan? Agama kita membatasi itu.
Waktu demi waktu...
Hasilnya nol.
Sepertinya, aku tidak bisa. Aku telah melanggar banyak. Buktinya, aku masih
menulis tentangmu di jurnal tulisku, mengingat tarian yang sampai sekarang
masih melekat dan hal lainnya yang mungkin sepele. Kau tahu, perasaan itu
muncul ketika kau dengan profesional bersama temanmu yang lain menari dalam
acara kunjungan salah satu stasiun radio ke sekolah. Lucu sekali, kau menari
sedikit tarian balet. Apa kau ingat? Aku merasa kau berbakat. Dari sanalah kau
memberi inspirasi.
Aku semakin berusaha mengubur dalam-dalam perasaan itu. Sampai pada
akhirnya perasaan itu kembali menggunung. Sekian waktu setelah kau tampil waktu
itu, kau kembali melakukan gerakan-gerakan ajaib yang membuat segalanya terasa
benar, bahwa kau benar-benar penari profesional di mataku. Aku memerhatikanmu lagi.
Kau menari bersama satu perempuan, kau berulah seperti memainkan gitar dengan
backsound lagu Mine. Entah kenapa ketika kalian saling bercerita lewat tarian dan saling
berpandangan, aku merasa ada satu sisi yang membuatku sakit. Tiba-tiba, aku
merasa mataku memanas waktu itu, aku kemudian menyeka mata. Sahabatku tahu itu.
Hal itulah kenapa akhirnya teman kelasmu memberitahumu tentangku. Padahal, ia
tidak membicarakannya dahulu denganku. Aku tahu-tahu hanya mendengar bahwa kau
akan menjauhiku. Aku tidak menyalahkan. Pun tidak membenarkan. Entahlah.
Mengingat posisiku seperti ini membuatku tidak bisa berpikir jernih.
Aku tidak bisa berandai.Aku hanya menjalani siapa aku berdasar apa yang aku alami.
Entah dari mana energi untuk menulis surat ini datang. Aku sendiri tidak
tahu. Maafkan aku. Mungkin kau merasa aku adalah orang menyebalkan karena aku
sampai tidak menunjukkan siapa aku walau sedikit ciri. Aku tidak bermaksud
untuk menjadi pengagum rahasia. Dan aku tidak ingin disebut demikian. Aku harap
kau tidak membenciku. Ini adalah caraku mem-beritahumu. Aku tidak ingin
berharap lebih.
Tapi, aku punya alasan kenapa aku menulis surat ini. Dengar, sewaktu kau
kembali menari untuk membuka acara Pentas Seni semester empat, aku merasa ada
hal yang sedikit berbeda darimu. Menurutku kau terlihat sedikit lemas, kurang
berkonsentrasi... tidak maksimal. Hei, ada apa?
Aku ingin kau selalu bersemangat. Aku ingin menjadi pendukungmu. Sudah
sepantasnya sebagai manusia untuk saling tolong-menolong, bukan? Jadi, dengan
surat ini aku harap kau bersedia menari dengan lebih bersemangat lagi. Atau
apapun yang telah kau yakini sebagai kelebihanmu, aku ingin kau berhasil
menggapainya. Jangan patah semangat, ya? Aku harap kita sama-sama saling
mendoakan untuk segala kebaikan. Kebaikanmu. Kebaikanku.
Ah, aku juga ingin berucap maaf sekali lagi jika kau merasa tersinggung
dengan kelakuanku yang baru aku jelaskan, atau perkataan dari surat ini yang
tiba-tiba membuatmu mulai berpikir untuk membenciku. Aku tidak ingin kau
membenciku. Tidak ingin sama sekali. Rasanya menyeramkan bila seseorang menaruh
perasaan jengkel bahkan marah terhadap kita, bukan?
Berjanjilah padaku untuk tidak patah semangat.
Selamat berjuang.
Terima kasih untuk segala-galanya. Kau adalah orang yang akan selalu aku
hargai.
***
Penulis: Fitri Rahayu
***
Tinggalkan komentar ya Kak, biar lebih semangat!
***
Penulis: Fitri Rahayu
***
Tinggalkan komentar ya Kak, biar lebih semangat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar