Surat Tak Bertuan - Berbagi Optimis

Terbaru

Search Bar

Kamis, 09 November 2017

Surat Tak Bertuan


AKU adalah orang yang tidak kau kenal. Yang benar-benar tidak kau lihat. Tapi, aku mengenalmu, aku melihatmu. 
Koreksi, kau mungkin pernah mendengar tentangku dari teman kelasmu. Teman kelasmu bilang bahwa aku menyukaimu. Ia juga berpesan padamu untuk menjauhiku, karena ia pikir kau mengganggu kehidupan tenteramku. Ia berkata seperti itu demi kebaikanku, demi kebaikanmu. Lalu kau menyetujuinya, dan kau bilang kau akan menjauhiku. Ya, kau akan menjauhiku walaupun kau tidak tahu siapa sebenarnya yang harus kau jauhi. Kau akan menjauhiku, katanya.

Aku lega. Itu tandanya aku tidak akan berurusan panjang untuk mengatasi perasaan ini. Jadi, setelah itu aku berusaha melupakanmu, berusaha membatasi rasa kagum terhadapmu, aku sebisa mungkin untuk lupa bahwa aku menyukaimu. Aku melakukan itu karena, aku perempuan dan kau laki-laki. Kau paham maksudku, bukan? Agama kita membatasi itu.
Waktu demi waktu...
Hasilnya nol.
Sepertinya, aku tidak bisa. Aku telah melanggar banyak. Buktinya, aku masih menulis tentangmu di jurnal tulisku, mengingat tarian yang sampai sekarang masih melekat dan hal lainnya yang mungkin sepele. Kau tahu, perasaan itu muncul ketika kau dengan profesional bersama temanmu yang lain menari dalam acara kunjungan salah satu stasiun radio ke sekolah. Lucu sekali, kau menari sedikit tarian balet. Apa kau ingat? Aku merasa kau berbakat. Dari sanalah kau memberi inspirasi.
Aku semakin berusaha mengubur dalam-dalam perasaan itu. Sampai pada akhirnya perasaan itu kembali menggunung. Sekian waktu setelah kau tampil waktu itu, kau kembali melakukan gerakan-gerakan ajaib yang membuat segalanya terasa benar, bahwa kau benar-benar penari profesional di mataku. Aku memerhatikanmu lagi. Kau menari bersama satu perempuan, kau berulah seperti memainkan gitar dengan backsound lagu Mine. Entah kenapa ketika kalian saling bercerita lewat tarian dan saling berpandangan, aku merasa ada satu sisi yang membuatku sakit. Tiba-tiba, aku merasa mataku memanas waktu itu, aku kemudian menyeka mata. Sahabatku tahu itu. Hal itulah kenapa akhirnya teman kelasmu memberitahumu tentangku. Padahal, ia tidak membicarakannya dahulu denganku. Aku tahu-tahu hanya mendengar bahwa kau akan menjauhiku. Aku tidak menyalahkan. Pun tidak membenarkan. Entahlah. Mengingat posisiku seperti ini membuatku tidak bisa berpikir jernih.
Aku tidak bisa berandai.
Aku hanya menjalani siapa aku berdasar apa yang aku alami.
Entah dari mana energi untuk menulis surat ini datang. Aku sendiri tidak tahu. Maafkan aku. Mungkin kau merasa aku adalah orang menyebalkan karena aku sampai tidak menunjukkan siapa aku walau sedikit ciri. Aku tidak bermaksud untuk menjadi pengagum rahasia. Dan aku tidak ingin disebut demikian. Aku harap kau tidak membenciku. Ini adalah caraku mem-beritahumu. Aku tidak ingin berharap lebih.
Tapi, aku punya alasan kenapa aku menulis surat ini. Dengar, sewaktu kau kembali menari untuk membuka acara Pentas Seni semester empat, aku merasa ada hal yang sedikit berbeda darimu. Menurutku kau terlihat sedikit lemas, kurang berkonsentrasi... tidak maksimal. Hei, ada apa?
Aku ingin kau selalu bersemangat. Aku ingin menjadi pendukungmu. Sudah sepantasnya sebagai manusia untuk saling tolong-menolong, bukan? Jadi, dengan surat ini aku harap kau bersedia menari dengan lebih bersemangat lagi. Atau apapun yang telah kau yakini sebagai kelebihanmu, aku ingin kau berhasil menggapainya. Jangan patah semangat, ya? Aku harap kita sama-sama saling mendoakan untuk segala kebaikan. Kebaikanmu. Kebaikanku.
Ah, aku juga ingin berucap maaf sekali lagi jika kau merasa tersinggung dengan kelakuanku yang baru aku jelaskan, atau perkataan dari surat ini yang tiba-tiba membuatmu mulai berpikir untuk membenciku. Aku tidak ingin kau membenciku. Tidak ingin sama sekali. Rasanya menyeramkan bila seseorang menaruh perasaan jengkel bahkan marah terhadap kita, bukan?
Berjanjilah padaku untuk tidak patah semangat.
Selamat berjuang.
Terima kasih untuk segala-galanya. Kau adalah orang yang akan selalu aku hargai.

***
Penulis: Fitri Rahayu
***
Tinggalkan komentar ya Kak, biar lebih semangat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar